Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Warga Nahdliyyin bersuka cita memiliki teladan yang beragam, keragaman yang sekaligus rahmatan lil alamin, dan karena itulah, menjadi warga Nahdliyyin harus menyiapkan hati dan pikiran seluas cakrawala. Seandainya di atas cakrawala masih ada cakrawala, warga Nahdliyyin harus jadi semesta yang menampung segala. Salah satu sosok berkepribadian semacam itu adalah KH. Imam Jazuli, Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia benar Kiai Imam Jazuli dalam memahami substansi dan esensi Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang tidak ecek-ecek. Makna NU bagi beliau merepresentasi nama dan orang-orangnya, mulai dari jamaahnya hingga pengurusnya; baik yang duduk di jabatan struktural hingga yang secara kultural saja. Dari segi nama, NU berarti kebangkitan kaum intelektual atau "intellectuals enlightenment". Penulis mengamini ketika Kiai Imam Jazuli berkomentar bahwa menjadi warga NU itu berat sekali, karena harus memiliki hati dan pikiran seluas inilah yang tidak dipelajari dengan serius oleh komunitas NU Garis Lurus. Ustad Luthfi Bashori, Ustad Yahya al-Bahjah, dan Ustad Muhammad Idrus Ramli tidak mengajari santri-santri fanatiknya tentang makna kebangkitan kaum cendekiawan, sehingga rombongan mereka jatuh ke jurang fanatisme sempit yang begitu dalam dan gelap gulita. Karenanya, Kiai Imam Jazuli tidak salah ketika menempatkan NU Garis Lurus sebagai gerakan Neo-Khawarij. Salah satu bukti paling nyata adalah ketidakmampuan komunitas NU Garis Lurus melihat hikmah yang begitu halus pertentangan KHR. As'ad Syamsul Arifin dan KH. Abdurrahman Wahid Mantan Presiden RI ke-4. Mufaraqah Kiai As'ad dari Gus Dur dipahami secara dangkal. Padahal, di kalangan warga Nahdliyyin yang terpelajar, tercerahkan, dan ilmiah, seperti Kiai Imam Jazuli, Mufaraqah dua kubu yang saling berseberangan ini memang harus terjadi. Sesuai konteks politik di jaman itu. Ingat, ini bukan konteks akidah melainkan strategi politik. KHR. As'ad Syamsul Arifin saat itu dekat dengan rezim Orde Baru yang dipimpin tangan besi Presiden Soeharto. Sedangkan dalam program TV Kick Andy, Gus Dur dengan blak-blakan mengatakan dirinya tidak punya musuh di dunia ini kecuali Soeharto. Itu pun dalam konteks politik saja, bukan dalam relasi sosial kemanusiaan. Mufaraqah antara KHR. As'ad dan Gus Dur adalah Mufaraqah politik, karena generasi tua ini khawatir kelak Gus Dur tidak ada yang membela ketika rezim besi Orba merasa ini berdasarkan pernyataan KHR. As'ad Syamsul Arifin sendiri kepada KH. Khotib Umar Didik Suyuthi, "Rahasia di Balik Mufaraqah Kiai As'ad dari Gus Dur," 22/12/2015. Jika NU Garis Lurus menjadikan peristiwa "Mufaraqah" ini sebagai pijakan historis untuk melegitimasi komunitasnya itu maka sah-sah saja. Bahkan, aliran "NU-Kanan" seperti NU Garis Lurus harus ada demi mengimbangi "NU-Kiri" seperti Jaringan Islam Liberal JIL. Tetapi, NU sejati adalah menampung kedua aliran itu, bukan salah satunya saja. Itulah NU Moderat, yang tawasut, tasamuh, tawazun, dan i'tidal. Bukan NU yang kanan atau yang kiri, tetapi NU yang di sinilah makna kebangkitan kaum intelektual, intellectuals enlightenment, atau Nahdlatul Ulama. Jadi, NU itu bukan KHR As'ad Syamsul Arifin saja dan bukan pula KH Abdurrahman Wahid semata. NU itu adalah kedua-duanya, yakni Kiai As'ad maupun Gus Dur. Atau, NU itu bukan Garis Lurus saja, bukan JIL saja, melainkan kedua-duanya adalah NU. Itulah yang dimengerti oleh PBNU. Memang berat bagi NU Garis Lurus menerima JIL, sebagaimana juga berat bagi JIL menerima NU Garis Lurus. Tetapi, bagi PBNU, keduanya adalah anak-anak sendiri, yang walaupun berbeda dalam tingkat kenakalannya tetap harus dirangkul, kedua adalah ketidakmampuan NU Garis Lurus memahami substansi ajaran Hadratus Syeikh Hasyim Asyari. Misalnya saja, mereka mau membaca dan mengkaji Muqoddimah Qanun Asasi saja, satu kitab itu saja, kita akan melihat bagaimana Hadratus Syeikh menyerukan persatuan dan kekompakan. Kiai Imam Jazuli melihat potensi besar NU Garis Lurus sebagai pemecah persatuan dan kerukunan umat. Di dalam Muqoddimah Qanun Asasi, sebagai Garis Perjuangan dan Jati Diri NU disampaikan Rois Akbar Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari dalam pidato sambutan pendirian NU 16 Rajab 1344 H di Surabaya. Teks aslinya dalam bahasa Arab, tapi terjemahannya sudah pernah dilakukan KH. Mustofa Bisri. Dalam Muqoddimah Qanun Asasi, Hadratus Syeikh mengatakan, "Sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal persatuan dan kekompakan adalah merupakan hal yang tidak seorang pun tidak mengetahui manfaatnya." Sangat naif bila kemudian hari NU Garis Lurus tidak mengetahui manfaat kekompakan dan persatuan kekompakan ini, kata Kiai Hasyim Asy'ari, jangan dicerai-beraikan oleh perbuatan suka bantah-bantahan. "Kamu sekalian berpegang teguh kepada tali agama Allah seluruhnya dan jangan bercerai-berai; Kamu saling memperbaiki dengan orang yang dijadikan Allah sebagai pemimpin kamu. Dan Allah membenci bagi kamu, saling membantah, banyak tanya dan menyia-nyiakan harta benda."Namun, kekompakan ini gagal total dipahami oleh NU Garis Lurus. Bagaimana mungkin komunitas NU Garis Lurus mampu hidup kompak dan berdampingan dengan seluruh umat manusia di Jagad semesta ini, sedangkan terhadap sesama warga NU saja mereka suka main tuding, main tuduh, mudah menghakimi. Padahal, Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari mengatakan, "suatu umat bagai jasad yang satu. Orang-orangnya ibarat anggota-anggota tubuhnya. Setiap anggota punya tugas dan perannya."NU Garis Lurus tertutup mata hatinya dan tidak merasa bahwa tudingan-tudingannya menyakiti kelompok-kelompok di luar sana. Mungkin saja, komunitas JIL tidak sakit hati, karena masih kader NU yang berprinsip tentang relativisme. JIL akan menilai NU Garis Lurus hanya kelompok kecil, yang tidak ikut perkembangan jaman. Tetapi, siapa yang mampu menjamin bahwa komunitas Syiah dan Ahmadiyah, yang tak luput dari cercaan NU Garis Lurus ini, tidak merasa sakit hati? 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Pertama tentang tulisan KH Imam Jazuli, bahwasannya ketiga tokoh tersebut petinggi NU Garis Lurus, dalam tulisannya menulis: "Dengan gaya radikal, NU Garis Lurus menjelma gerakan neo-khawarij, yang menuduh sesat siapa saja yang menyimpang dari tafsir keagamaan versi dirinya, termasuk Gus Dur, M. Quraish Shihab, dan Kiai Said Aqil Siradj.
Synopsis Two years after it was first introduced, the Islam Nusantara theology of Nahdlatul Ulama NU, the largest Indonesian Islamic organisation, continues to face opposition from more conservative factions. This is casting a shadow over NU’s effort to promote the middle ground and toleration in Indonesia. Commentary TWO YEARS after the idea of Islam Nusantara was first introduced as a reinterpretation of the Nahdhlatul Ulama’s basic theological tenets, it continues to face opposition from conservative factions. Backing the resistance are theological critiques from younger clerics who seek to eradicate liberal influences from the organisation, the largest in Indonesia. The rift between the factions of NU current chairman Said Aqil Siradj and former general chairman Hasyim Muzadi can be seen in the East Java strongholds of NU. The opposition by NU Garis Lurus NU True Path, consisting of influential young clerics, constitutes a serious challenge to NU’s theological frame that had been instituted by former President Abdurrahman Wahid and his followers over three decades. These popular young clerics argue that Islam Nusantara is an invention of “liberal” thinkers while there is only one universal Islam for all Muslims that does not require “localised” intepretations such as Islam Nusantara. Reinterpretation of NU theology Introduced during NU’s national congress in Jombang, East Java two years ago, Chairman Said Aqil Siradj, said Islam Nusantara is the reinterpretation of NU’s basic theological tenets, which combines classical Islamic theology aqidah, jurisprudence fiqh and localised practices, such as offering prayers to the deceased tahlilan. It emphasises the understanding that Indonesian Muslims do not necessarily have to forgo their national and local identities. Instead, these values can coexist with their Islamic identities and together, they can lead one to be a devout Muslim and an Indonesian nationalist at the same time. This reinvention of NU theology has two purposes. Firstly, it is to respond to radical interpretation of Islam such as those expressed by the self-proclaimed Islamic State IS, which has gained attraction among some young Muslims worldwide, including those living in Indonesia. Secondly, it is to distinguish NU theology from more conservative organisations such as Hizbut Tahrir Indonesia HTI and other similar groups. NU leaders believe these groups are actively seeking new supporters from the ranks of NU followers, mainly those under 30. Critiques of Islam Nusantara Idea NU has held multiple seminars and conferences promoting Islam Nusantara for Indonesian as well as international audiences. It held two international conferences of Islamic scholars in November 2015 and May 2016. Its Research and Human Resources Development Institute Lakpesdam, and affiliated NU faculty at the State Islamic Universities UIN system, have regularly sponsored workshops on Islam Nusantara in numerous localities throughout Indonesia. However, despite these numerous activities, opposition against Islam Nusantara remains strong, not just from outside of the organisation, but also from numerous clerics and activists among NU’s followers. Some of this opposition can be attributed to factional rivalries within NU, especially between current chairman Said Aqil and the previous chairman Hasyim Muzadi. The previous chairman unsuccessfully challenged Said Aqil’s re-election bid as NU chairman during the 2015 muktamar. The failed attempt created a feud between the two factions that has not been fully resolved to this day. The rift can be seen clearly in East Java province, which historically is one of NU’s most important strongholds. As Hasyim Muzadi was the head of the organisation’s East Java branch before he was elected NU chairman in 2000, he commands significant following from senior clerics kyai and activists from the province. These clerics in turn order their boarding schools pesantren and students santri to oppose Islam Nusantara to reject Said Aqil’s legitimacy as NU chairman. Influential NU pesantrens such as Lirboyo in Jombang district and Sidogiri in Pasuruan district have announced their rejection of Islam Nusantara, causing a blow to Said Aqil’s effort to promote the theology among NU followers living in East Java. Rise of NU Garis Lurus Critiques of the idea of Islam Nusantara also come from the theological ground. A group of young NU kyai have formed a new organisation called the True Path NU’ NU Garis Lurus in 2015. Kyai Muhammad Idrus Ramli, the organisation’s founder and chairman, states that it wishes to eradicate liberal’ theological influence from the NU, as he argues that they have corrupted the organisation’s original aim as an Islamic organisation adhering to Sunni principles Ahlus Sunnah wal Jamaah. These liberal’ influences are not just limited to the ideas articulated by progressive NU activists such as Ulil Abshar Abdalla, but also those articulated by the late Abdurrahman Wahid, NU’s long-time chairman 1984-1999 and Indonesia’s fourth president 1999-2001. Wahid successfully led NU to embrace values such as democracy and religious tolerance; NU Garis Lurus serves as the most serious challenge towards NU’s theological frame that Wahid and his successors have instituted within the organisation over the past three decades. A number of young NU clerics with significant popular following have affiliated themselves with NU Garis Lurus. This includes Buya Yahya, a charismatic preacher who is widely considered to be a future leader of the NU. He has become a strong critic of Islam Nusantara, arguing that it is invented by liberal’ thinkers such as Ulil Abshar Abdalla and Azyumardi Azra. Buya Yahya believes that there is only one universal Islam for all Muslims and thus, there is no need for localised’ Islamic interpretations, whether they are Islam Nusantara, Middle Eastern Islam, or others. NU Garis Lurus activists are also known for their close alliance with activists from conservative Islamist groups, including Islamic Defenders Front FPI and Indonesian Mujahidin Council MMI, bypassing the theological divide that sharply distinguishes NU from these groups. Its activists participated in the 4 November and 2 December 2016 rallies in Jakarta, calling for the trial of the city’s governor Basuki Tjahaja Purnama for allegedly committing a blasphemous act against Islam. NU Garis Lurus Not To Be Ignored The NU leadership tends to dismiss NU Garis Lurus as a fringe group that does not represent the organisation and does not attract many followers. However, it would be a mistake for them to continue dismissing it, given its prominent role during the Jakarta rallies and given that propagation dakwah seminars organised by its affiliated ulama have attracted tens of thousands followers throughout Indonesia. NU already faces criticisms for losing its moral authority in the aftermath of the 4 November and 2 December rallies. It should pay more attention to the challenge from NU Garis Lurus and its activists, as the group could one day change its outlook and worldview. If this happens, NU would be a completely different organisation from the one that is widely-known today. About the Author Alexander R Arifianto PhD is a Research Fellow with the Indonesia Programme, S. Rajaratnam School of International Studies RSIS, Nanyang Technological University, Singapore. This is part of a series.Jakarta Keberadaan kalum liberal yang menyusup ke dalam badan Nahdhatul Ulama (NU) kian mencoreng citra perjuangan Nahdhiyin di Tanah Air.Dengan demikian, secara tegas NU Garis Lurus mendorong ulama-ulama dan kadernya untuk terus membela yang haq meskipun itu pahit. Berikut rangkaian hujjah bahwa Nahdhatul Ulama adalah anti-liberal, dalam pernyataan NU Garis Lurus, sebagaimana dilansir pada Santri NU Banyak diantara kita yang masih sering salah kaprah dengan istilah / grup / kelompok "NUGL". Mereka mengira bahwa "NUGL" resmi legal. Bahkan ada yang menganggap bahwa NUGL itu NU-nya mbah Hasyim. Ada juga yang mengatakan bahwa "NUGL" itu Lebih NU dari NU. Usut punya usut, selidik punya selidik bahwa ternyata "NUGL" merupakan komplotan orang-orang yang terdiri dari, sbb 1. Sakit hati karena kalah dalam kontestasi pemilihan ketua umum tanfidziyah PBNU, yaitu sdr. Idrus Ramli 2. Orang yang baru lulus belajar agama di Timur Tengah ingin secara instan menjadi Imam Besar. 3. Orang-orang yang tidak mendapat tempat dalam kepengurusan di PBNU seperti Buya Yahya, Hb. Vad'aq, Muqtafi Abd. Sachal, Ja'far Shadiq, Luthfi Rochman dan Abbas Rahbini. Mereka merupakan orang-orang pada umumnya kalah, tergeser, tidak mendapat dukungan untuk duduk dalam kepengurusan di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU, sehingga mereka berkomplot membentuk wadah baru secara ilegal yakni "NUGL". Selain itu mereka komplotan "NUGL" seakan juga merasa menjadi yang paling alim diantara para ulama sesepuh NU yang telah merestui kandidat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang resmi yang telah terpilih secara aklamasi. Secara organisasi mereka membuat struktur organisasi sendiri sesuka hati tanpa melalui proses aklamasi, dan karena tidak memiliki keanggotaan struktural akhirnya mereka menggandeng eFPeI. Tetapi lucunya, disini ada dua Imam Besar yaitu Luthfi Bashori dan Ha eR eS. Nah lho !? Lucu kan... Walhasil, mereka NUGL pun berhasil menjaring sebagian kecil umat kultural yang masih sangat awam. Umat awam ini terbagi tiga yaitu 1. Umat awam nahdliyin yang masih awam 2. Umat awam yang fundamental yang penting aswaja 3. Umat awam pembonceng kepentingan Umat awam nahdliyin yang masih belum mengerti, adalah warga NU yang tidak mengerti garis perjuangan dakwah NU, tidak mengerti struktural organisasi NU, Sehingga mudah dikelabui oleh pihak-pihak lain diluar PBNU yang mengatasnamakan NU. Umat awam yang fundamental merupakan umat islam yang berakidah Ahlusunah waljamaah. Mereka biasanya hanya tahu kalau ahlusunah waljama'ah itu qunutan, tahlilan, maulidan, ziarah kubur. Tetapi semangatnya ahlussunahnya memang luar biasa namun otaknya sepi, sehingga mudah termakan hoaks dan fitnah. Seperti NU yang sekarang dengan NU-nya mbah hasyim itu berbeda. Atau NU Gusdur itu liberal, NU Kyai Said Syi'ah. Atau NUGL itu sama dengan NU-nya mbah Hasyim. Dan lain-lain sebagainya yang semuanya hanyalah hoaks dan fitnah. Tetapi mereka termakan oleh hoaks dan fitnah itu tanpa bisa berpikir jernih. Umat awam pembonceng kepentingan, adalah orang-orang yang memang berasal dari kelompok-kelompok yang membenci NU. Mereka sangat menginginkan kehancuran NU sehingga mereka ingin merusak NU dari dalam NU sendiri dengan memprovokasi warga NU yang tergolong dari 1 & 2 tsb diatas. Mereka senantiasa berupaya membuat air kolam NU menjadi keruh dan untuk memancing di air keruh tsb. Mereka berasal dari kelompok-kelompok yang ingin menguasai NKRI Untuk menguasai SDA, Sosial, Budaya, Politik dan Agama. Tetapi mereka harus menghancurkan penjaganya yaitu NU. Oleh karena itu mereka selalu membonceng utk mencari peluang yang bisa menghancurkan NU baik dari luar maupun dari dalam NU itu sendiri. Jadi, NUGL NU Garis Lurus merupakan gerakan yang berafiliasi dengan eFPeI karena secara akidah sama, tetapi sepertinya mereka juga tidak sadar kalau mereka juga dimanfaatkan oleh orang-orang dari kelompok Islam Transnasional seperti Ikhwanul Muslimin IM dan Hizbut Tahrir HTI Juga Wahabi / Salafi Wahabi Wahabiyin. Sehingga justru akhirnya mereka lebih cenderung menjadi NU rasa eFPeI atau NU rasa Wahabi. Sehingga garis perjuangan NUGL sudah keluar jauh dari garis perjuangan NU yang sesungguhnya yang mementingkan kepentingan bangsa dan agama serta kemaslahatan umat manusia Indonesia pada khususnya. Kiprah NUGL selama ini terus berusaha untuk memutus mata rantai antara warga nahdliyin dan ulama/kyai/habaib NU. Komplotan barisan sakit hati itu sangat mendukung upaya fitnah2 busuk kepada pimpinan PBNU yakni KH. Said Aqil Siradj. Mereka selalu berupaya bertentangan dengan pimpinan PBNU KH. Said Aqil Siradj, bahkan menuduh/menuding Kyai Said dengan sebutan "Kyai Liberal", yang point-nya adalah berusaha agar umat Islam warga nahdliyin tidak lagi menghormati, tidak lagi takdzim, tidak lagi percaya dan meninggalkan NU dibawah kepemimpinan PBNU yang saat ini dipimpin oleh KH. Said Aqil Siradj. Demikian pula yang ketika itu PBNU di pimpin oleh Gusdur pun mengalami hal yang sama, namun sesuai dengan apa yang diramalkan Gusdur ketika masih hidup kepada Kyai Said bahwa NU di bawah kepemimpinan sampeyan kyai said akan mengalami serangan Fitnah yang paling terbesar sepanjang sejarah NU. begitu kata almaghfurlah Gusdur. Upaya untuk menghancurkan NU dari dalam oleh komplotan NUGL tentulah segala macam cara, mulai dari stigmatisai "Syiah & Liberal" pada tokoh-tokoh NU, sampai stigmatisasi bahwa NU dibawah struktural PBNU telah keluar dari khittah. sadis kan .... Jadi pada kesimpulannya bahwa NUGL NU Garis Lurus adalah barisan orang-orang yang berkomplot untuk memutuskan dirinya dari rantai perjuangan NU. Sehingga semua pendapat serta keputusan yang terkait dengan orang/komplotan NUGL tidak ada kaitannya dengan NU. NU hanya ada satu NU, yaitu NU Nahdhatul Ulama dibawah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU, tanpa ada embel-embel garis bengkok, lempeng, lurus, ngaceng, dsb. Kepemimpinan NU PBNU adalah mata rantai yang terus bersambung dan berkesinambungan sejak NU nya Mbah Hasyim KH. Hasyim Asy'ari hingga saat ini KH. Said Aqil Siradj. Yang lainnya sudah pasti bukan NU atau NU-ilegal yang merupakan kelompok pengacau yang ingin menghancurkan NU. Kalau NU pasti Pro Pancasila dan Pro Bhineka Tunggal Ika, Akidah Islamnya Ahlussunah Waljama'ah, Dakwahnya sejuk, Semangatnya Hubbul Wathon Minal Iman. Kalau ada NU yang tidak Pro Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, pasti bukan NU, pasti cuma ngaku2 NU, pasti cuma membonceng NU. Oleh Adiba Tis'atun Najma Sucipto fb
diMei 06, 2018 Berita, Dakwah, Hoax, Literasi, Daftar media Islam radikal (Salafi-Wahabi) versi siber NU yang dikembangkan Tim Cyber NU dan LTNNU PBNU ini harus dipahami semu akalangan. Tim Cyber NU dan LTNNU PBNU beberapa waktu lalu memang merilis website-website Islam radikal yang perlu diwaspadai.Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Untuk mengantisipasi konferensi NU ke-33 di Jombang pada tahun 2015, berbagai jenis fenomena islam radikal muncul. Yaitu, suatu kelompok yang bertindak atas nama NU Garis Lurus NUGL, yang secara radikal menentang semua kelompok yang berbeda dari diri mereka sendiri. Grup ini dipimpin oleh Lutfi Bashori Malang, Yahya al-Bahjah Cirebon, dan Idrus Ramli Jember.Dengan gaya radikal, NU Garis Lurus menjelma menjadi gerakan neo-khawarij, menuduh siapa saja yang menyimpang dari versi tafsir religiusnya, termasuk Gus Dur, M. Quraish Shihab dan Kiai Said Aqil Siradj NU moderat. Pengejekan terhadap figur NU yang moderat persis sama dengan ejekan mereka kepada sekelompok jaringan Islam liberal Ulil Abshar Abdalla, dkk.. Gaya radikalisme ini tentunya membingungkan para warga Nahdliyyin. Keberhasilan NU Garis Lurus, yang mampu memobilisasi jemaahnya, baru-baru ini terlihat jelas dalam pemilihan presiden 2019. Kelompok kecil ini mendukung pasangan Prabowo-Sandi ketika mayoritas warga Nahdliyyin mendukung Jokowi-Amin. Visi-misi NU Garis Lurus memang untuk menentang mayoritas muslimin. Untuk menyerang NU Moderat, NU Garis Lurus mengangkat isu-isu lama seperti permusuhan terhadap kaum Syiah dan Ahmadiyah. Ironisnya, NU garis lurus malah tertipu oleh Wahhabi yang secara kaku mengubah teks kitab Ar-Risalah yang dikarang Hadratus Sheikh Hasyim Asy'ari. Mbah Hasyim tidak memusuhi kelompok Syiah secara umum, tetapi secara khusus adalah Syiah Rafidha, mereka yang memusuhi para sahabat Syiah Rafidhah tidak ada di Indonesia. Namun, karena ditangkap oleh versi Wahhabi, NU Garis Lurus malah membandingkan semua Syiah tanpa bisa membedakan mana yang Rafidha dan mana syiah secara umum. Di sinilah potensi destruktif dari aliran NUGL menjadi sangat jelas. Sehingga ia tidak berbeda dengan kelompok islam radikal destruktif dari aliran NUGL sangat jelas. Dalam setiap dakwahnya, tuduhan terhadap kelompok di luar dirinya terdistorsi, dianggap salah tempat, selalu tidak benar. Tidak hanya terhadap kelompok Syiah, Ahmadiyah, bahkan tokoh-tokoh seperti Gus Dur, Quraish Shihab dan Kiai Said Aqil Siradj tidak pernah bebas dari tuduhan bahwa mereka telah menyimpang. Arti konsep Aqidah Ahlus Sunah wal Jamaah dan teks-teks buku yang ditulis oleh Hadratus Sheikh Hasyim Asy'ari ditafsirkan sesuai dengan perspektif kelompok mereka NUGL tidak dapat dilihat secara terpisah dari peran yang dimainkannya, yaitu anti-tesis sekolah liberal yang diprakarsai oleh anak-anak muda NU moderat. Namun, gerakan yang terlalu kanan malah akan membuat masalah nasional dan masalah agama menjadi lebih rumit. Pada dasarnya NUGL hanya ada untuk mengacaukan dialektika internal NU. ******Puritanisme adalah gerakan konsep agama yang berjuang untuk keaslian. Pada akhir abad ke-16, Puritan ingin menyucikan doktrin Katolik Roma dari doktrin yang tidak dianggap Katolik. Di Timur Tengah terjadi pada abad ke-18, ketika Wahhabisme dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Wahhabisme ingin membebaskan Islam dari ajaran yang tidak dianggap Islam. 1 2 Lihat Hukum Selengkapnya
LuthfiBashori, Imam Besar Situs NU Garis Lurus, Bedah 5 Fakta Hubungan Keduanya Hanya di Sini! 23 April 2016 Intisari Redaksi Redaksi Redaksi DatDut.Com - Tokoh ini masih terbilang muda. Umurnya mendekati 50-an tahun. Namun kiprahnya dalam menyebarkan dakwah Islam dengan segala lika-likunya telah banyak menarik perhatian. LebihOleh M. Alim Khoiri -Menjelang muktamar ke-33 NU yang rencananya akan dilaksanakan di kota Jombang, 1-5 Agustur 2015, sudah banyak pekerjaan rumah yang menanti. Dengan jargon “NKRI harga mati”, NU tak hanya dituntut untuk mampu mengawal keutuhan dan kesatuan negeri tercinta, tetapi juga harus mampu mengatasi persoalan-persoalan kecil rumah tangga’ yang jika terus menerus diabaikan justeru akan merusak kesatuan dan keutuhan internal NU. Kerikil’ terbaru NU saat ini adalah munculnya fenomena “NU Garis Lurus”. Ini mengesankan bahwa ternyata ada juga NU yang tidak lurus. Mirisnya, kelompok yang mengatasnamakan “NU Garis Lurus” ini tak segan-segan mencaci kelompok NU lain yang tak sependapat dengan mereka. Tokoh-tokoh besar NU macam Gus Dur, Profesor Quraish Shihab dan Kang Said pun tak lepas dari serangan mereka. Di dunia maya, “NU Garis Lurus” ini populer melalui media sosial facebook dan jejaring sosial twitter dengan nama akun “NU GARIS LURUS”. Mereka juga terkenal lewat situs yang diasuh oleh ust. Luthfi Bashori. Tak hanya mendaku sebagai pejuang Islam atau NU Garis Lurus, kelompok ini juga mengklaim sebagai etafet pemikiran dakwah Sunan Giri. Gerakan ini, boleh jadi merupakan semacam bentuk tandingan atau perlawanan terhadap faham-faham pemikiran yang mereka anggap sesat macam pluralisme, sekularisme, liberalisme atau faham “Syi’ahisme”. Menurut mereka, faham-faham tersebut tak boleh ada dalam NU, tokoh-tokoh NU yang dianggap memiliki prinsip-prinsip terlarang’ itu tak layak dan tak boleh ada dalam NU. Paradigma “NU Garis Lurus” yang berusaha untuk meluruskan’ NU dari faham-faham yang mereka anggap bengkok ini, sebetulnya sah-sah saja. Hanya, masalahnya ada pada cara berdakwah. Jika kelompok “NU Garis Lurus” ini mengaku sebagai pewaris perjuangan dakwah Sunan Giri, maka mestinya mereka berkaca pada beliau dalam beberapa hal; Pertama, sejarah mencatat bahwa, dakwah Sunan Giri banyak melalui berbagai metode, mulai dari pendidikan, budaya sampai pada politik. Dalam bidang pendidikan misalnya, beliau tak segan mendatangi masyarakat secara langsung dan menyampaikan ajaran Islam. Setelah kondisi dianggap memungkinkan beliau mengumpulkannya melalui acara-acara seperti selametan atau yang lainnya, baru kemudian ajaran Islam disisipkan dengan bacaan-bacaan tahlil maupun dzikir. Dengan begitu, masyarakat melunak hingga pada akhirnya mereka memeluk Islam. Kanjeng Sunan Giri tidak mengenal metode dakwah dengan cara mencela atau bahkan menghina. Kedua, dalam bidang budaya kanjeng Sunan Giri juga memanfaatkan seni pertunjukan yang menarik minat masyarakat. Beliau juga dikenal sebagai pencipta tembang Asmaradhana, Pucung, Cublak-cublak suweng dan Padhang bulan. Lalu tentu saja beliau masukkan nilai-nilai keislaman di dalamnya. Itu semua dilakukan kanjeng Sunan demi tersebarnya ajaran Islam yang damai. Kanjeng Sunan -sekali lagi- tidak mengajarkan metode berdakwah dengan saling mencemooh atau menghujat mereka yang tak sependapat. Ketiga, di bidang politik, kanjeng Sunan Giri dikenal sebagai seorang raja. Dalam menjalankan kekuasaannya, beliau tak pernah berlaku otoriter dan semaunya sendiri. Beliau selalu menggunakan cara-cara persuasif untuk menarik minat masyarakat terhadap ajaran Islam. Beliau tidak mencontohkan strategi dakwah dengan cara mencaci maki mereka yang tidak sefaham. Wa ba’du, Terlepas dari apakah “NU Garis Lurus” ini memang betul-betul berasal dari kalangan nahdliyyin ataukah sekedar ulah oknum yang tak bertanggung jawab, yang jelas supaya betul-betul lurus, “NU Garis Lurus” mesti mengubah gaya dakwahnya yang cenderung ekstrim itu. “NU Garis Lurus” juga harus bisa memahami bahwa di dalam tubuh NU selalu penuh dinamika. Perbedaan pendapat menjadi sesuatu yang biasa dan berbeda jalan pemikiran adalah hal yang niscaya. Jika “NU Garis Lurus” terus bersikukuh dengan strategi kerasnya, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Alih-alih mendaku sebagai kelompok “NU Garis Lurus”, yang ada mereka justeru menjadi “NU Garis Keras”. Wallahu a’lam. M. Alim Khoiri, warga NU tinggal di Kediri
Syukronmengatakan, mereka yang mengatasnamakan NU Garis Lurus tidak perlu direspon dan hanya lelucon saja. "Jadi sikap dan dukungan mereka yang mengatasnamakan NU Garis Lurus nggak perlu direspon, cuma segelintir orang saja. Anggap lelucon saja lah," tambahnya. Dia menyebut, segelintir orang yang mengklaim sebagai NU Garis Lurus adalah golongan yang berpaling dari rombongan Nahdlatul Ulama.Kqgqv.